Aceh, UU Baru dan Parlok
Agus Maidi
Alumni UNIMAL
Penandatanganan kesepakatan damai antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan
Mou Helsinki juga mengamanahkan pembuatan UU baru pemerintahan Aceh. Untuk itu, perlu segera dilakukan penjaringan aspirasi masyarakat luas, agar dalam UU yang baru nantinya benar-benar dapat mengakomodasi kepentingan seluruh komponen masyarakat yang ada di Aceh. Agar UU Pemerintahan Aceh nantinya bisa mengakomodasi semua kepentingan masyarakat luas, perlu dirangkai proses yang tepat untuk itu. Mungkin untuk alur bisa dengan melakukan beberapa workshop dan diskusi publik dengan tujuan meakukan brainstroming akan persepsi UU Pemerintahan baru Aceh serta membahas secara terperinci makna yang terkandung dalam setiap point MoU, untuk meminimalisir kesalahan tafsir di antara komponen masyarakat dan akan mengganggu proses perdamian.
Selanjutnya dilakukan penetapan beberapa personil yang punya kemampuan akademis dan legislasi untuk perumusan naskah akademik dan draft awal yang akan dikritisi oleh beberapa ahli, dan akan dipaparkan ke publik dengan berbagai metode. Langkah berikutnya adalah menyerahkan draf awal tersebut kepada DPRD untuk dibahas dan dikritisi kembali sebagai bahan tawaran ke
Salah satu point dari klausul Penyelenggaran Pemerintahan di Aceh dalam Memorandum of Understanding (MoU) Helsinky yang ditanda tangani oleh Pemerintah Republik
Diluar ketiga institusi diatas, komponen lainnya juga dipandang sangat urgent. Yakni untuk meyumbang kontribusi pemikiran dan intelektualitasnya dengan ikut merumuskan dan menyusun draft RUU dari perspektif dan versi masing-masing komponen dengan memperhatikan prinsip partisipatif, asipiratif, transparan, dan akuntable. Karena dengan lahirnya multi draft RUU dari berbagai komponen di Aceh yang kemudian diserahkan secara bersamaan ke DPRD NAD guna disusun menjadi sebuah draft RUU yang nantinya diajukan ke pemerinatah maupun DPR RI, diharapkan akan dapat melahirkan sebuah draft RUU Penyelenggaraan Pemerintah Aceh yang partisipatif dan aspiratif, dengan mengakomodir dan memanifestasi aspirasi dan kepentingan seluruh masyarakat Aceh.
Dalam proses perumusan dan penyusunan RUU dari berbagai draft yang diajukan ke DPRD NAD, juga dipandang sangat penting adanya proses pengawalan terhadap draft RUU, bahkan pengawalan juga harus dilakukan di level Jakarta setelah draft RUU Penyelenggaran Pemerintahan Aceh diajukan ke DPR RI maupun Pemerintah pusat. Hal lainnya yang dipandang sangat urgent untuk dilakukan pascapengesahan UU Penyelenggraan Pemerintahan Aceh, yaitu mensosialisasikan UU baru bagi Aceh tersebut kepada seluruh elemen masyarakat Aceh. Hal ini guna membangun pemahaman dan pengetahuan masyarakat Aceh bahwa telah lahir UU baru bagi Aceh yang akan menggantikan UU No. 18/2001 tentang Otonomi khusus bagi Aceh serta terhadap berbagai point yang menjadi isi dari UU Penyelenggaraan Pemerintahan Aceh kedepan nantinya. Disini sangat diperlukan perumusan dan penyusunan legal drafting terhadap draft rancangan undang-undang penyelenggaraan pemerintahan Aceh yang berlandaskan kepada prinsip partisipatif, aspiratif, dan transparan, serta melakukan pengawalan terhadap RUU itu sendiri dilevel DPRD dan pemerintahan daerah, serta di level DPR dan pemerintahan pusat.
Harus dilakukan sosialisasi terhadap UU baru tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Aceh kepada seluruh elemen masyarakat dari berbagai level dan lintas sektor di Aceh. Yaitu dalam rangka membangun pemahaman dan pengetahuan masyarakat Aceh terhadap berbagai point dari isi UU baru tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Aceh. Dengan demikian akan lahirlah draft RUU Penyelenggaraan Pemerintahan Aceh yang aspiratif dan akuntabel dengan indikasi tingginya dukungan masyarakat Aceh terhadap UU tersebut, dan tingginya pemahaman dan pengetahuan masyarakat terhadap berbagai point dari isi UU Penyelenggaraan Pemerintahan Aceh. Bagaimanapun dukungan dan pemahaman masyarakat Aceh jauh lebih penting dari apa yang dirumuskan kemudian. Sebab, ini menyangkut perubahan nasib masyarakat dan rakyat Aceh. Dengan demikian masyarakat tidak kecewa untuk kesekian kalinya pada Republik ini.
Parlok
Kehadiran partai lokal memberi harapan baru bagi hidupnya demokratisasi Aceh. Dan Pembentukan partai lokal adalah suatu keniscayaan, untuk terciptanya kehidupan yang demokratis di Aceh. Namun, harus ada kelompok dari masyarakat sipil Aceh, yang membahas mengenai bentuk dan proses pembentukan partai lokal tersebut. Ini perlu dilakukan agar partai politik lokal benar-benar menjadi wadah politik rakyat Aceh dan membantu proses demokratisasi kehidupan perpolitikan di Aceh. Perlu ada penjaringan aspirasi dari masyarakat sehingga menjadi sebuah bentuk
Dalam proses pengawalan peraturan untuk partai lokal ini, AMM juga mempunyai wewenang untuk itu, sehingga dianggap perlu untuk memberikan tawaran tasfir dari format partai kepada AMM, dan mengetahui serta memberi masukan untuk mekanisme pengawalan dari AMM (Uni Europa dan Asean). Terjemahan dari partai lokal dalam persyaratan nasional, sebaiknya diterjamahkan dalam makna ketentuan dan format partai lokal di atur pada aturan tingkat nasional (UU). Sesungguhnya pemahaman mengenai partai politik lokal dalam MoU adalah seperti sebuah ruang yang kosong, siapa saja boleh mengisinya. Sehingga rakyat Aceh mesti dengan segera membuat sebuah penafsiran dan draft yang nantinya akan diserahkan kepada
Keberadaan partai politik lokal adalah untuk menjawab kegagalan partai politik nasional yang telah pernah ada dalam mewakili suara rakyat aceh. Partai politik lokal akan bersifat sebagai alat rakyat Aceh dalam mengimplementasikan MoU yang telah disepakati, dan juga sebagai alat umtuk mengapresiasikan peluang-peluang yang dimiliki setelah penandatanganan MoU. Tapi perlu diingat, terpenting justru keseluruhan proses yang sedang dan akan berlangsung, tetap harus ada sebuah pemantauan khusus (monitoring) dari komponen masyarakat sipil Aceh, baik di Aceh maupun di Jakarta, agar tidak terjadi penyelewengan yang dapat merugikan masyarakat dan rakyat.
Bagaimanapun, satu hal yang pasti semua kita menginginkannya bahwa Aceh ke depan adalah Aceh yang lebih baik. Aceh baru yang memiliki sejuta harapan dan impian. Sehingga, dengan UU baru dan partai politik lokal akan membuka ruang damai dan sejahtera abadi bagi semua kita. Akhirnya, kalaupun ada air mata yang tertumpah di tanah ini, maka itu adalah mata air haru menatap wajah Aceh yang ceria dan gemilang jaya. Bukan lagi tetesan air mata kepedihan dan api dendam antarsesama.
*) Penulis adalah staff pada Task Force
Tidak ada komentar:
Posting Komentar